a bridge over a river next to a building

Apa Jadinya Pekanbaru Jika Jalan Riau Bebas Pedagang Kaki Lima dan Ramah Pejalan Kaki

APA JADINYA PEKANBARU

Ben Nugroho

7/14/2025

Apa Jadinya Pekanbaru Jika Jalan Riau Bebas Pedagang Kaki Lima dan Ramah Pejalan Kaki

Jalan Riau merupakan salah satu ruas paling sibuk dan ikonik di Kota Pekanbaru. Membentang di tengah kawasan perdagangan, perkantoran, dan sekolah, jalan ini seharusnya menjadi koridor utama kota yang mendukung mobilitas semua lapisan masyarakat. Namun kenyataannya berbeda.

Alih-alih menjadi ruang publik yang inklusif, Jalan Riau berubah menjadi ruang konflik antara kendaraan, pedagang kaki lima, dan pejalan kaki. Trotoar yang seharusnya menjadi tempat aman untuk berjalan justru dipenuhi lapak-lapak dagangan, parkir liar, dan bahkan kendaraan bermotor yang melintas seenaknya.

Tantangan yang Terjadi Hari Ini:

  • Trotoar hilang fungsi
    Banyak bagian trotoar berubah fungsi menjadi tempat berjualan atau parkir, memaksa pejalan kaki turun ke jalan.

  • Tidak ada ruang aman untuk pejalan kaki
    Orang tua, anak-anak sekolah, ibu hamil, dan penyandang disabilitas tidak mendapat ruang yang layak dan aman.

  • Ketergantungan kendaraan pribadi
    Minimnya kenyamanan bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda membuat warga lebih memilih naik motor atau mobil untuk jarak dekat.

  • PKL menjadi kambing hitam
    Padahal mereka hadir karena kebutuhan ekonomi dan lemahnya regulasi tata ruang. Bukan salah mereka sepenuhnya, tetapi salah sistem kota yang tidak memberi ruang usaha informal yang terintegrasi.

  • Ruang kota yang kehilangan identitas
    Jalan yang seharusnya menjadi wajah kota justru tampak semrawut, padat, dan tidak nyaman untuk dinikmati.

Jalan Riau Pekanbaru

Gambar Hanya Illustrasi

Rekomendasi Kebijakan untuk Jalan Riau yang Ramah Pejalan Kaki dan Tertib PKL

1. Redesain Trotoar Berstandar Nasional

  • Trotoar minimal 2,5 meter lebar, permukaan rata, dan ramah difabel.

  • Dilengkapi guiding block, bangku, dan pepohonan sebagai peneduh alami.

  • Dilarang digunakan untuk parkir, berdagang, atau melintas kendaraan.

2. Halte Terintegrasi dengan Ruang Pejalan Kaki

  • Rancang halte dengan akses langsung ke trotoar dan jalur sepeda.

  • Pastikan ada peneduh, papan informasi, dan penerangan memadai.

  • Koordinasi dengan operator bus lokal untuk sinkronisasi desain.

4. Prioritaskan Jalur Aman & Nyaman untuk Pejalan Kaki

  • Tambahkan zebra cross di tiap 100–150 meter, dengan sinyal lampu pejalan kaki.

  • Gunakan elevated crosswalk (zebra cross timbul) untuk menekan kecepatan kendaraan.

  • Kamera pengawas atau sensor tilang otomatis di area padat pejalan kaki.

5. PKL Terintegrasi, Bukan Dibuang

  • Pedagang tidak diusir, tapi diatur. Mereka ditempatkan di kantong khusus semi permanen, bersih, dan tetap hidup. Tetap ramai, tapi tak lagi semrawut.

6. Pembentukan Unit Taktis “Tim Ruang Publik”

  • Tim lintas sektor (Dishub, PU, UMKM, Satpol PP) yang fokus menangani integrasi PKL, pejalan kaki, dan moda transportasi.

  • Jalankan pilot project selama 3 bulan, lalu perluas bertahap.

Pekanbaru sedang tumbuh—tapi pertanyaannya, tumbuh untuk siapa?

Jika Jalan Riau dirancang hanya untuk kendaraan, maka yang menang hanyalah yang punya motor dan mobil. Tapi jika dirancang ulang untuk semua, maka anak-anak bisa berjalan ke sekolah dengan aman, lansia bisa menikmati udara pagi tanpa takut diserempet, dan pedagang kaki lima bisa berjualan dengan tertib tanpa takut digusur.

Mewujudkan kota yang ramah pejalan kaki bukan sekadar soal infrastruktur. Ini soal keadilan ruang. Soal bagaimana kota menghargai warganya, bukan kecepatannya.

Apa jadinya, Pekanbaru? Jika kita berani memberi ruang bagi yang paling sederhana: langkah kaki.

Penutup